Batakberkesan Weblog

memorie`s & future of Batax`s

Ombus-ombus las kede… (Snack tradisional batak part 3)

Parombus ombus do…
lampet ni humbang I, mancai tabo ….
sepenggal lagu khas humbang (siborongborong red), yang di populerkan oleh artis top batak, Viktor Hutabarat, mengingatkan kita pada kota ombus-ombus, Siborongborong.
Persis dipertigaan, kota Siborongborong, sebelumnya lebih dikenal dengan simpang tugu, para pedagang ombus-ombus berjibaku sudah hampir 4 generasi yang lalu, menawarkan dagangannya hampir kesetiap penumpang angkutan umum maupun angkutan pribadi.
Sekitar tahun 1979 yang lalu para pedagang ombus-ombus tersebut tidak hanya diwilayah Siborongborong (SBB), bahkan sampai ke Balige (28 km dari SBB) dan tarutung (30 km dari SBB) dengan menggunakan sepeda. “Waktu itu, pedagang ombus-ombus ada sekitar 80 unit, jadi kita menyebar, bahkan ada yang sampai Dolok Sanggul (32 km dari SBB), dan terhimpun dalam koperasi parombus-ombus.
Ombus-ombus dibuat dari bahan tepung beras pilihan, yang dicampur dengan gula putih serta diaduk dengan kelapa parut dan sebagian lagi menggunakan gula merah kemudian dibungkus dengan daun pisang lantas dikukus layaknya seperti membuat panganan dari tepung beras lainnya.
“Tepung beras yang digunakan adalah pilihan dan tidak bisa sembarang, dan kelapa harus diparut tangan (manual), jika dengan parutan mesin, patinya akan hilang, serta daun pisang pembungkus yang digunakan juga tidak sembarangan yaitu jenis ‘ucim’ (pucuk teratas daun) karena sangat berpengaruh terhadap rasa ombus-ombus.
Pengerjaan membuat ombus-ombus dimulai dari pengadukan tepung dengan air panas mendidih, kemudian pada jam 3 dini hari dilakukanlah pembungkusan serta pemberian gula, lalu dikukus dan jam 7 pagi, ombus-ombus siap dipasarkan. Prihal ombus-ombus tetap panas meskipun dijajakan seharian penuh, Tampubolon, menjelaskan bahwa tehnik penyusunan ditandan penyimpanan adalah kunci utama.
Yang membuat ombus-ombus tersebut menjadi khas, adalah salah satu sisi pelipatan daun menjadi empat persegi, dan ini disusun dengan rapat pada kantongan tandan, lalu dimasukkan kedalam kaleng yang ditempatkan pada gerobak sepeda, “inilah yang membuat ombus-ombus tetap hangat meskipun dijajakan seharian penuh”, ungkap Tampubolon salah seorang pedagang ombus-ombus dengan gerobak biru di sepedanya.
Keberadaan pedagang ombus-ombus saat ini mulai tergeser oleh maraknya makanan-makanan instan dan snack pabrikan yang membanjiri pasar. Ini terlihat dari jumlah pedagang ombus-ombus yang tinggal hanya 11 gerobak yang terbagi dalam 2 group untuk beraplusan/bergantian. “Kami berdagang rutinya, hanya sekali dua hari, itupun kadang kala dagangan kami tidak habis terjual,” ungkap Tampubolon dengan sedikit lesu. Ditambahkannya bahwa berdagang ombus-ombus awalnya dapat menopang kehidupan keluarga, “rumah ini terbangun dari usaha dagang ombus-ombus dan anak-anakku juga berhasil sekolah meskipun hanya tamat SMU dari usaha ini,” jelas Tampubolon. (jery marbun & Tani Siringoringo_Tapanuli News)

20 Januari 2009 - Posted by | snack tradisional batak | ,

Belum ada komentar.

Tinggalkan komentar